Bengkalis, Rilis Publik – Dugaan praktik pelangsiran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali menyeruak di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. SPBU 14.284.602 yang berlokasi di Jalan Sebangar, Kecamatan Bathin Solapan, diduga kuat menjadi tempat aktivitas ilegal tersebut. Temuan ini memantik sorotan tajam publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai kinerja aparat penegak hukum serta pengawasan BPH Migas. Kamis, 30/10/2025.
Dari hasil pantauan langsung di lapangan, terlihat sejumlah kendaraan truk colt diesel warna kuning antre dalam waktu yang tidak wajar di area pengisian. Diduga, kendaraan-kendaraan tersebut melakukan pelangsiran BBM bersubsidi jenis solar untuk dijual kembali secara ilegal. Aktivitas ini kerap berlangsung secara terang-terangan tanpa adanya tindakan tegas dari aparat.
Warga sekitar menyebut, praktik tersebut bukan hal baru. Beberapa kali upaya pelaporan dilakukan, namun belum terlihat tindak lanjut berarti dari pihak kepolisian maupun instansi pengawas energi.
“BBM subsidi itu kan untuk nelayan, petani, dan masyarakat kecil. Tapi yang menikmati malah para pelangsir. Pemerintah harus turun tangan, jangan diam,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut namanya.
Secara hukum, dugaan praktik tersebut jelas melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 55, yang berbunyi:
“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”


Selain itu, SPBU yang terbukti ikut serta atau membiarkan terjadinya pelanggaran dapat dijatuhi sanksi administratif, sesuai dengan Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengawasan Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.
Sanksinya mencakup pembekuan hingga pencabutan izin operasi SPBU, apabila terbukti melakukan penyimpangan distribusi BBM bersubsidi.
Ironisnya, ketika awak media mencoba meminta klarifikasi kepada Kapolsek Mandau, Kompol Primadona S.I.K., M.Si., terkait dugaan aktivitas pelangsiran di SPBU 14.284.602, akses komunikasi justru diblokir.
Tindakan tersebut menimbulkan tanda tanya besar dan dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (3) yang menyebutkan:
“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Pemblokiran akses terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi kerja pers, yang termasuk pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) UU Pers, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam masyarakat Bengkalis dan publik Riau. Mereka mendesak Kapolda Riau dan BPH Migas agar segera melakukan penyidikan menyeluruh terhadap SPBU 14.284.602 serta pihak-pihak yang terlibat, termasuk oknum aparat yang diduga melakukan pembiaran.
“Kalau aparat diam, berarti ada dugaan kongkalikong. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujar salah seorang aktivis masyarakat setempat.
Jika praktik pelangsiran BBM bersubsidi ini dibiarkan, rakyat kecil akan terus menjadi korban, dan program subsidi energi pemerintah tidak akan pernah tepat sasaran.
Publik kini menunggu langkah nyata dan keberanian aparat untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu — apakah hukum benar-benar ditegakkan, atau justru dikubur dalam diam.
Kabiro Bengkalis: Hisar Tambunan








